Popular Posts

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

About

Mengenai Saya

Foto saya
Bijaksana, baik hati, sederhana, dan terkadang humoris

Pengikut

Sabtu, 04 September 2010


Karangan cerita karya: Tira Risyadi

Cerita ini hanya karangan belaka bila ada kesamaan dalam alur cerita kisah ini, itu hanya kebetulan saja...




Setelah menikah, Ridwan dan Farida hidup bahagia. Keluarga baru ini hari-harinya di hiasi penuh dengan kindahan, sebagaimana mestinya umat muslim yang idam-idamkan, ialah keluarga sakinah, mawadah dan warohmah... 2 tahun kemudian mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Ridho. Ridho sempat pesantren di salah satu pesantren yang berada di Tasikmalaya... 15 tahun kemudian... Selama mondok di pesantren, Ridho tak pernah menerapkan akhlak dan moralnya dengan baik, bahkan sholat lima waktu pun, tak sepenuhnya ia tunaikan. Terkecuali kalau ia selagi ada di rumah, ia terlihat alim, apapun yang diperintahkan kedua orangtuanya, Ridho tak pernah membangkang, begitupun dengan ibadah sholatnya tak pernah ia tinggalkan selama orangtuanya berada di rumah. Karena ia takut kepada kedua orangtuanya, bukannya takut karena Allah. Ridho bertingkah laku demikian pengaruh lingkungan di sekolahnya, yang saat ini mengenyam bangku SMU. Kota Jakarta adalah pusat perantau dari daerah lain, sehingga segala etnis berbaur satu di kota tersebut. Di mana Jakarta penuh beragam keistimewaan dan pula beragam keburukkannya. Ridho adalah masa remaja labil yang pada dasarnya tengah mencari jati diri yang sesungguhnya, sepertinya ia belum menemukan jati diri yang ideal dalam hidup. Selama di sekolah, Ridho hanya mengenal dunia luarnya penuh dengan kekerasan, brutal dan sifat premanisme. Pada dasarnya warga setempat berpikir, bahwa sekolah tak bisa dijadikan sebagai faktor kesalahan paling utama. Karena yang terpenting adalah pada diri seorang anak itu sendiri, antara terbawa arus ataupun tidak, sebab hidup adalah adaptasi, di mana pun berada jikalau ia memiliki prinsif teguh terhadap ajaran agama, maka takkan terbawa arus dalam lingkungan tidak baik dan takkan mempengaruhi karakter yang ada pada dirinya. Berkali-kali, Ridho sering melihat tawuran antar pelajar dengan seragam sekolah yang lain. Tanpa ia sadari, Ridho pun ikut serta dalam dunia keras tersebut. Tak sedikit, banyak korban hingga meninggal dan luka-luka akibat tawuran tersebut. Namun karena jiwa anak muda yang berapi-api, mereka tak perdulikan apa yang akan terjadi dari akibat itu. Padahal para orangtua mereka banyak mengkhawatirkan dengan adanya tawuran antar pelajar itu, yang berakibat fatal. Suatu ketika sepulang kerja, Ridwan melihat anaknya tengah tawuran. Di tempat kejadian itu, Ridho berlaku liar, seakan ia dalam pertempuran hebat yang mesti dihadapinya. Gesper itu, ia ayunkan berputar berlawanan arah jarum jam, yang telah ia ikatkan dengan bekas gir sepeda motor, sedangkan kawan-kawannya menggunakan alat-alat tajam lainnya, dari samurai, golok, cerulit hingga lemparan-lemparan batu ke arah yang mereka anggap sebagai musuh-musuhnya. Sedangkan para polisi kalangkabut berlarian mengejar-ngejar para pelajar brutal itu. Seketika itu, Ridwan mengerem mobil sedannya tepat dihadapan Ridho. Ridho hanya terdiam malu menatap sorot mata tajam ayahnya itu terhadap dirinya. Setelah itu, Ridho masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil, mereka berdua hanya terdiam tanpa ucapkan kata-kata, Ridwan hanya mampu berbisik pada hatinya, "Astaghfirulloh... Mengapa anakku berbuat sesuatu hal yang tidak disukai Allah...?! Ya Tuhan, ampuni hamba dan anakku atas perilakunya yang telah melukai-Mu Ya Robb... Dengan aksinya yang tak terpuji itu." Ridho pun bertanya dalam hatinya, "Kenapa ayah gak menegur dan memarahiku?! Apa aku telah melakukan hal memalukan, hingga ayahku tak berani menegur dan menyapaku?! Entahlah, mungkin ayah lebih tahu bagaimana cara mendidikku!" Lalu sesampai di rumah, Ridwan tak membahas tentang kejadian tadi, bahkan pada Farida pun ia tak memberitahukan hal itu. Namun Farida merasa heran penuh tanda tanya dalam hatinya, "Kenapa mereka berdua pulang bersama?!" Tetapi Farida tak sempat menanyakan hal itu pada Ridwan atau pun anaknya... Di sepertiga malam, Ridwan terbangun dan membangunkan istrinya untuk sholat tahajud. Setelah selesai sholat tahajud, lalu Ridwan berdoa, "Ya Tuhan-ku, ampuni hamba yang gagal mendidik anakku dan jangan Engkau jadikan anakku nasrani, yahudi, atau pun majusi. Jadikan ia anak yang sholeh dan berikanlah dia petunjuk dan hidayah-Mu, hingga di setiap langkahnya senantiasa dalam ridho-Mu... Amin..." Dalam setiap tetes air matanya terselipkan butiran-butiran ketakutan dan kecemasan yang mendalam terhadap anaknya. Setelah berdoa, lalu mereka pun malanjutkan tidurnya, dalam tidurnya selalu terniang di benaknya, "Mengapa anakku berlaku alim di dalam rumah ini, tetapi di luar begitu terlihat liar dan ganas bak seorang penjahat atau pun bandit yang haus akan pertempuran, permusuhan dan pembunuhan." Mengapa Ridwan tak berani membahas kejadian itu, karena ia merasa takut, kalaupun ia mendikte anaknya, ia takut anaknya akan semakin berbuat lebih dari itu. Namun jikalau ia melihat anaknya demikian, maka ia berencana untuk menegur dan menasihatinya tentunya dengan strategi dan lebih bijak lagi untuk mencari jalan yang paling baik. Meskipun ayahnya sudah tahu Ridho berperilaku demikian, tapi untungnya Ridho selamat dari pantauan ayahnya. Karena Ridho selalu berlaku baik apabila sedang di rumah, akan tetapi di luar rumah, sifat buruknya ia kembangkan dengan baik, tanpa sedikitpun kedua orangtuanya tahu. Bahkan ia mulai mendekati dan mengkonsumsi barang-barang haram seperti narkoba... Singkat cerita... Kini Ridho telah menyelesaikan wisudanya dengan gelar sarjana ekonomi. Dengan mendengar kabar ini, orangtua Nadia ingin sekali Ridho tinggal beberapa saat di tempat tinggalnya. Dan Ridho pun menyetujuinya tinggal di tempat almarhummah istri dulu ayahnya. Ibu Nadia menganggap Ridho sebagai cucunya sendiri, sehingga ia berani meminta izin hal itu kepada Ridwan. Padahal perilaku Ridho belum ada perubahan, ia belum meninggalkan sifat dulunya yang tidak baik... Ridwan, Farida beserta kedua orangtua mereka, turut mengantarkan Ridho ke Bandung. Setibanya di Bandung, tepatnya di Bandung Utara, yang asri, sejuk, subur dan pula di tempat tersebut bertaburan pegunungan dan perbukitan nan indah. Mereka di sambut baik oleh orangtua Nadia. Meski dalam kondisi demikian silaturohim antara mereka tak ada putusnya, meskipun sudah tak ada ikatan apapun diantara mereka, tapi temali persaudaraan terasa kental sekali. Selama tinggal di rumah orangtua Nadia. Ridho mengalami perubahan secara perlahan setelah mengenal seorang gadis bernama Fitri yang berparas manis. Ridho mengenal Fitri, karena sering kali melihat Fitri sholat berjamaah di masjid. Ridho pun sempat menanyakan tentang Fitri kepada ibu Nadia, dan ibu Nadia berkata, "Kamu naksir Fitri ya...?!" Sembari ibu Nadia tersenyum lucu atas pertanyaan Ridho itu. Ridho menjawab, "Gak, aku hanya sekedar ingin tahu aja kok, nek..." Ibu Nadia tersenyum kembali seraya berkata, "Fitri anaknya DKM masjid Al-Ikhlas, dan ia pun masih kuliah." Lambat laun Ridwan pun acap kali menunaikan ibadah sholatnya di masjid tersebut, yang kebetulan berdekatan dengan rumah kedua orangtua Nadia. Suatu ketika, Fitri hendak berangkat ke kampus namun Fitri tak sengaja menjatuhkan selembar kertas dan kebetulan Ridho melihatnya di balik jendela. Lantas Ridho mendekati kertas itu yang terjatuh oleh Fitri dan memungutnya. Lembaran itu ada tulisannya, tadinya Ridho tak berani untuk membacaya, namun Ridho merasa penasaran dengan tulisan tersebut, hingga ia membacanya di tempat tidurnya. Tulisan tersebut bertajuk;

SEBUAH HARAPAN INDAH
Ku hanya gadis biasa...
Ku cinta kau karena agama
Ketika agama hilang darimu
Maka lenyaplah cintaku padamu
Ku hanya gadis biasa...
Bisa menangis bisa tertawa
Bisa bersedih bisa bahagia
Hanya sebuah harapan indah
Ku kan bertahan dalam keindahan
Ku kan menjaga keutuhan
Ku kan menjaga kesucian
Ku hanya gadis biasa...
Menanti sebuah harapan indah
Menanti sang pangeran berkuda
Yang sanggup melindungiku
Yang sanggup mempertahankanku
Menjagaku dalam hangat kasih sayangmu
Ku kan sabar menantimu
Ku kan sabar menunggumu
Sebuah harapan indahku...

Fitri Widiyaningsih

Setelah membacanya, Ridho beranggapan kalau Fitri sudah mempunyai idaman hati. Padahal Ridho tahu, ia mulai berubah dan bertaubat karenanya, namun meski demikian Ridho merasa, tak baik kalau cinta itu mesti dipaksakan... Ketika Ridho akan ke masjid untuk sholat dzuhur, tak disengaja melihat seorang nenek-nenek tua renta tengah berjalan menyusuri jalan setapak, yang terlihat tanahnya dalam kemiringan 70 derajat dari permukaan tanah dasar. Nenek-nenek itu berjalan perlahan, selangkah demi selangkah merayap sembari kedua tangannya memegang akar-akar pohon yang melintang di permukaan tanah dalam kemiringan tersebut. Nenek-nenek itu terlihat bersemangat menuruni jalan setapak, saking menginginkannya sholat berjamaah di masjid, walau ia tak peduli bahaya jiwanya di depan mata terbentang. Namun karena keikhlasan hatinya untuk beribadah, ia tak peduli akan membahayakan dirinya, bahkan mukena yang menempel di raganya itu, seakan menggugah gairahnya untuk sholat berjamaah. Sebenarnya nenek-nenek ini, selalu diantar oleh anaknya namun pada saat itu anaknya sedang pergi, serta di rumahnya tidak ada siapapun sehingga nenek itu berinisiatif pergi seorang diri... Lalu Ridho menghampiri nenek tersebut dengan maksud menolongnya, setelah sampai di tujuan, tangan Ridho mengulurkan tangannya kepada seorang nenek itu. Nenek itu tersenyum dan menyambut tangan Ridho itu, dengan mata berbinar-binar penuh rasa bahagia ada yang membantunya. Melihat secuil kebahagiaan yang nampak di wajah nenek-nenek tersebut, Ridho berkata dalam hatinya, "Subhanalloh... Nenek tua ini, begitu bersemangat menjalankan perintah Allah, padahal aku sendiri yang masih muda dan bertenaga, terkadang berleha-leha menegakan sholat... Mungknkah ini sebuah teguran dari Allah, bahwa aku harus benar-benar taubat nasuha... Ya Allah, ampuni hamba dari segala dosa dan terimalah taubatku... Alhamdulillah, wasyukurillah... Engkau telah memberiku hidayah yang begitu luar biasa." Ridho seraya eneteskan air matanya melihat sosok seorang nenek yang begitu kuat tekadna untuk menunaikan sholat berjamaah di masjid. Sesampai di masjid, lantas nenek itu ucapkan terima kasih kepada Ridho, ia pun tersenyum dan merasaan kebahagiaan bathin yang tiada tara yang diberikan Allah padanya. Dan Ridho pun memehami pengalaman yang barusan tadi, sehingga segala amal baik ibadahnya bukan karena manusia, akan tetapi ikhlas karena Allah SWT. Begitupun makna dari tulisan Fitri yang yang menginginkan cintanya itu ikhlas Lillahi Ta'ala... Beberapa minggu pun berlalu, Ridho pulang kembali ke Jakarta. Di Jakarta ia mulai mengalami perubahan pesat dalam dirinya. Ia sudah meninggalkan kebiasaan buruknya, bahkan ia mengakui taubatnya kepada kepada kedua orangtuanya. Da ia berjanji takkan mengulangi perilaku buruknya di masa lalu. Ridwan dan Farida bersujud syukur atas pengakuan Ridho, karena bagi mereka berdua hal ini adalah anugerah terindah yang telah Allah berikan pada mereka... Di tempat yang berbeda, Fitri mencari-cari selembar kertas yang pernah ia jatuhkan tanpa disengaja dan tanpa ia sadari kertas itu telah hilang, namun hasilnya nihil. Ia tak menemukan selembar kertas itu... Sepulang dari masjid, setelah Fitri sholat berjamaah dan kebetulan satu shaf dan bersebelahan denga ibu Nadia. Lantas ibu Nadia menyusul Fitri agar ia menunggu sebentar di rumahnya, Fitri pun penuh tanda tanya dalam hatinya, "Kenapa, tumben ibu Nadia menyuruhku untuk menunggu!" Setelah 3 menit menunggu, ibu Nadia menghampiri Fitri semabari memberikan sebuah amplop putih polos bertuliskan "Teruntuk Fitri Widiyaningsih". Lalu Fitri bertanya, "Dari siapa?!" Namun ibu Nadia tidak menjawabnya, ia hanya menyuruh Fitri agar pulang ke rumah dan membacanya. Dengan tersenyum , Fitri pamit kepada ibu Nadia dengan penuh rasa malu dan penuh rasa penasaran, apa isi dalam amplop tersebut. Fitri pun lekas memasuki kamarnya, ternyata amplop itu berisikan kertas yang selama ini ia cari-cari. Namun tulisannya sudah ditambahi oleh Ridho dengan tulisan "Maukah aku jadi pangeran berkudamu?" dan di bawahnya lagi dituliskan lagi namanya "Muhammad Ridho bin Ridwan". Setelah membacanya Fitri tersenyum bahagia karena hal itu yang ia harapkan terhadap seorang Ridho... Setahun kemudian, Ridho sudah mempunyai pekerjaan. Dengan penuh kepercayaan, ia memberanikan diri meminta restu kepada kedua orangtuanya bahwa ia ingin melamar Fitri. Setelah tahu maksud niat Ridho. Ridwan bertanya kepada Ridho, "Siapa dia? Dan anak siapa?" Ridho menjawab, "Ia bernama Fitri dan anak dari seorang DKM yang bernama Sobar bin Syukron." Ridwan pun berkata, "Oh, ya... Sobar teman ayah, saat ayah bekerja di Bandung... Baiklah ayah merestui lamaranmu..." Mereka bertiga tersenyum bahagia dengan apa yang diutarakan oleh Ridho. Lantas, Ridwan sekeluarga mendatangi keluarga Sobar untuk melamar Fitri bakal mantunya... Dan setibanya di sana, dari pihak keluarga Sobar pun menyetujui lamaran itu, begitupun dengan Fitri, ia pun menerima lamaran tersebut...



TAMAT




Rasa cinta itu unik

Bergerak sesuka hati

Mengalir lembut tulus

Tiada kira tak terduga

Mampu terobos segala ruang

Di mana mereka pun berada

Takkan jadi kendala

Hubungan bathin pun terjadi

Dari hati ke hati

Seakan tiada batas

Menyusur sela-sela cinta

Menyusur rongga-rongga cinta

Getarkan tiang-tiang asmara

Betapa bodohnya...

Bila cinta tiada disyukuri

Bila cinta tiada kekuatan

Bila cinta tiada perasaan

Betapa pandainya...

Cinta itu menyusur indah

Cinta itu membelai lembut

Cinta itu mengusik hati

Hingga tak mampu menolak fitrah-Mu

Saling mengasihi dan saling menyayangi

Kau taburkan sejuta senyum

Kau sebarkan sejuta santun

Kau tebarkan sejuta lantun

Menggugah gairah hidup

Menggugah gairah ibadah

Penuh niat setulus hati

Penuh niat kebersihan hati

Dengan ikhlas karena Allah

Sujud syukur atas anugerah-Mu

Segala nikmat-Nya tiada terhitung

Segala indah-Nya tiada terbilang

Sungguh tak pantas berburuk sangka

Karena Engkau Maha Segalanya

Sungguh tak pantas agungkan duniawi

Karena Engkau Maha Agung dari Segalanya

Berlaku tiada berlebihan

Dalam bingkai keseimbangan

Itulah makna dari kehidupan

Tak usah mengada-ada

Tak usah menabah-nambahkan

Tak usah memberat-beratkan

Allah berikan semuanya sesuai takaran

Betapa hinanya bila mengatur yang telah ditetapkan

Betapa hinanya bila mengatur yang telah ditentukan

Aturan-aturan Allah dapat dipertanggungjawabkan

Subhanallah, betapa rendahnya diri ini

Bila berlaku takabur, riya dan sombong

Bila berlaku membanggakan diri dengan apa yang dimiliki

Karena yang pantas sombong hanyalah Allah Ta'ala

Dia-lah Maha Kaya, Dia-lah Maha Kuasa

Firman-firman-Nya menyusur indah di setiap kehidupan

Sabda-sabdanya menyusur indah di setiap kehidupan

Bila membaca Surat Cinta-Mu Al-Qur'an

Rinduku pada-Mu semakin menggebu

Rinduku pada Rasul-Mu semakin membara

Duhai Allah, jadikan semua insan taat pada-Mu

Duhai Allah, jadikan semua insan beriman pada-Mu

Dan jangan Kau jadikan kami orang-orang yang kufur kepada-Mu

Amin, Amin, Amin Ya Robbal'alamin


  • Senin, 02 Agustus 2010


    Karangan cerita karya: Tira Risyadi

    Cerita ini hanya karangan belaka bila ada kesamaan dalam alur cerita kisah ini, itu hanya kebetulan saja...




    Kini Ridwan jalani hidup seorang diri, rumah yang ia tempati hanya dia seorang. Tiada siapapun di rumah itu kecuali Ridwan dan potret almarhummah istrinya, yang masih terpajang rapi di dinding. Sesekali ia sering memandang potret istrinya itu, dengan pandangan penuh rasa rindu yang menyelimuti kenangan indah saat bersamanya. Sehabis sholat Ridwan tak luput berdoa mengalir lembut dari mulutnya, agar istrinya itu di tempatkan sebaik-baiknya tempat di sisi Allah SWT. Apabila Ridwan tengah seorang diri, ia selalu ingat pada istrinya, bahkan sering terucap dalam hatinya, "Andai saja anak yang di kandung istriku tidak ikut bersama ibunya, aku akan mengurus anakku penuh kasih sayang dan ketulusan dalam merawatnya. Dan mungkin aku tak terlalu kesepian dengan jalan hidupku." Setiap alunan bisik hati itu keluar, Ridwan acapkali meneteskan air mata sembari tersenyum penuh rasa puas, meski hal itu sebatas suara dalam hatinya. Dan setiap hendak berangkat kerja, pandangan matanya selalu tertuju pada bingkai foto istrinya sambil tersenyum, bahkan sekalipun tiap pulang kerja, ketika masuk rumahnya yang pertama ditatapnya ialah potret istrinya lagi sembari tersenyum kembali. Seolah-olah rasa kasih sayang dan rindunya tiada pernah putus ia berikan sepenuhnya untuk almarhummah istrinya, tak lekang waktu hingga akhir usianya... Meski Ridwan hidup dalam kesendiriaan, ia tak pernah mengeluh, ia selalu menjalani hidupnya penuh senyuman dan kebahagiaan yang tersembunyi di balik hatinya. Ketika Ridwan jatuh sakit dan setiap Ridwan sakit ia merawat dirinya sendiri. Meski dalam keadaan tubuhnya lemas dan lemah tak bertenaga, walau demikian Ridwan tak pernah mengabaikan kewajibannya untuk menunaikan ibadah sholat, Meski terkadang sholatnya dalam kedaan berbaring di tempat tidurnya. Di rumah Ridwan yang sederhana itu, ia tak mempunyai seorang pembantu maka dari itulah segala sesuatunya dikerjakan sendiri. Mulai dari menyapu, mengepel lantai, cuci piring, dan cuci bajunya sendiri hingga memasak pun ia lakukan sendiri. Banyak tetangganya yang merasa iba serta kagum kepada sosok seorang Ridwan, bahkan tidak sedikit tetangga yang menawarkan untuk menikah dan mencarikan calon untuknya. Namun setiap saran itu Ridwan selalu berkata bahwa ia masih ingin menjalani hidup sendiri. Dan para tetangga pun bisa memahaminya meski mereka selalu penuh tanda tanya. Kenapa setiap jawaban Ridwan selalu begitu, meski jawabannya selalu demikian, para tetangga tak pernah berprasangka buruk terhadapnya, karena di mata mereka Ridwan itu sosok orang yang baik meski terkadang sedikit aneh. Karena tidak seperti laki-laki pada umumnya yang biasanya, laki-laki yang ditinggalkan oleh istrinya ia akan menikah lagi, sedangkan Ridwan tidak seperti itu. Yang menyarankan untuk menikah lagi ternyata bukan dari tetangga saja, melainkan dari rekan kerjanya, mertuanya, bahkan kedua orang tuanya sendiri, tapi Ridwan selalu menjawab seperti itu... Suatu ketika Ridwan dipindahkan lagi kerjanya ke Jakarta. Saat mengemasi barang-barang bawaanya untuk ke Jakarta, yang ia dahulukan adalah potret istrinya, ia masukan ke kopor bawaanya dengan penuh perasaaan dan secara perlahan-lahan, sesekali ia pandang terus potret tersebut seakan tak pernah jemu untuk memandanginya. Di Jakarta untuk sementara, ia tinggal di rumah kedua orang tuanya, karena Ridwan berencana untuk membangun rumah lagi di sebelah rumah orang tuanya... Saat Ridwan datang ke rumah kedua orang tuanya, kakak-kakaknya Ridwan sudah ada di rumah orang tua Ridwan, mereka menyambut penuh senyum dan kebahagiaan, terkecuali ibunya Ridwan, ia bukannya senang melihatnya anaknya, setibanya dari Bandung. Pada dasarnya ibunya itu bahagia dengan kedatangan Ridwan, namun karena ingat akan kejadiaan masa lalu dalam rumah tangga Ridwan, hingga sang ibu menangis. Lalu Ridwan mencoba untuk mendekati ibunya seraya berkata pada ibunya, "Ibuku tercinta... Kenapa ibu menangis?" Ibunya menjawab, "Ibu hanya ingat almarhummah istrimu... Mestinya kau datang ke sini bersama menantu dan cucuku." Ridwan pun berkata pada ibunya, "Sudahlah, bu... Ini semua udah kehendak Allah dan kita wajib menerimanya dengan ikhlas." Ketika Ridwan berkata demikian, ia sembari mengusap air mata berlinang di kedua pipi ibunya dengan kedua lengannya. Setelah itu ibunya tersenyum pada Ridwan, seakan tangisan itu mesti ditahan agar tidak larut dalam kesedihan... Enam bulan kemudian, rumah baru Ridwan sudah selesai di bangun di samping rumah orang tuanya. Seperti biasanya tiap berangkat dan sepulang kerja, Ridwan tak pernah absen untuk memandang potret istrinya. Karena bagi Ridwan dengan selalu memandang potret istrinya, ia merasa lebih bersemangat lagi dalam menjalani hidupnya. Saat ini beban dalam kesendiriaanya sedikit berkurang karena ia tinggal bersebelahan dengan rumah orang tuanya... Secara bersamaan pula, ternyata Farida tidak mempunyai kanker otak lagi, ia berhasil dioprasi oleh para medis di rumah sakit Singapura. Namun kabar hal ini, tidak banyak orang lain tahu termasuk Ridwan begitupun kedua orang tuanya... Di suatu hari, ibu Ridwan tak pernah berhenti memberi saran pada Ridwan, agar ia menikah lagi dengan alasan tidak baik menjalani hidup seorang diri , karena itu perlu seorang pendamping, namun Ridwan selalu menjawab kalau ia ingin hidup sendiri dengan alasan demi mempertahankan cinta utuhnya terhadap almarhummah istrinya. Ibunya sangat memehami karakter anaknya, ia pun segera berpaling dari hadapan Ridwan, lalu masuk ke kamarnya sembari meneteskan air mata dan berdoa agar Ridwan menikah lagi dan segera punya cucu darinya. Ibunya berdoa demikian, karena ia sangat menginginkan cucu dari anak terakhirnya yaitu Ridwan. Dan doa itu selalu terniang sehabis ibunya sholat. Berdoa seperti itu bukan hanya ibunya Ridwan saja, bahkan mertua ibunya almarhummah Nadia. Saking sayang terhadap Ridwan seperti anaknya sendiri, ibu Nadia pernah bilang pada Ridwan, seandainya Nadia punya adik perempuan, mungkin akan dinikahkan dengan Ridwan, tapi nyatanya Nadia tidak mempunyai seorang adik perempuan. Ketika ibu Nadia bilang demikian, Ridwan hanya sanggup tersenyum saja pada ibunya Nadia, tanpa ucapkan sepatah kata pun... Suatu ketika, secara diam-diam ibu dan ayah Ridwan bersilaturohim ke rumah Farida. Dan ibu Farida sudah tahu tentang kabar Farida, hingga Farida saat ini sudah sembuh total dari kanker otaknya dan ia juga belum menikah, akan tetapi setahun yang lalu sudah bertunangan dengan pemuda bernama Mukhlis asal Bandung yang bekerja di Jakarta. Namun Mukhlis mengalami kecelakaan saat mengemudi kendaraannya tertabrak oleh mobil bus, hingga ia meninggal dunia. Saat mendengarnya ibu dan ayah Ridwan turut berduka cita atas kejadian itu... "Namun sayang sekali meski demikian, lagipula Ridwan belum tentu akan menikah lagi." Bisik ibu Ridwan dalam hatinya. Farida pun mulai tahu tentang keadaan Ridwan. Ia tahu dari ibu Ridwan yang menceritakan semuanya kepada ibu Farida dan juga Farida. Lalu ibunya Ridwan bertanya kepada Farida, "Apakah nak Farida, masih mencintai anakku Ridwan?" Farida tersipu malu, bahkan ia tak menjawabnya, malahan Farida hanya memberi senyuman pada ibunya Ridwan. Dan setelah itu ibunya Ridwan, tak membahasnya lagi karena hal itu masalah pribadi Farida. Setelah berbincang-bincang cukup lama dan penuh dengan suka cita antara ibunya Ridwan dan ibunya Farida. Lalu ibu dan ayah Ridwan berpamitan untuk pulang... Ketika Ridwan sepulang kerja, ibunya Ridwan menghampiri Ridwan dan bertanya padanya, "Bagaimana kalau kamu menikah dengan Farida?" Saat mendengarnya, kala itu Ridwan tengah mereguk teh hangat buatannya sendiri, ketika meminum teh hangat dalam cawan berwarna hitam pekat, lalu Ridwan melirik ibunya tanpa melepaskan cawan itu dari bibirnya. Mungkin karena Ridwan merasa sesutau hal yang aneh, karena selama ini nama itu tak pernah ingat lagi di benaknya. Hingga saat mendengar nama itu, Ridwan tak menjawab apapun pada ibunya. Ia hanya bilang pada ibunya, kalau dia meminta izin untuk mandi, setelah keringat yang nempel di tubuhnya selama pulang kerja, membuat ia merasa tak nyaman. Ibunya merasa heran dan bicara dalam hatinya, "Kenapa saat bilang nama Farida... ia tak menjawab apapun, padahal setiap disebut nama lain, ia selalu bilang begitu dan begitu! Apakah mungkin anakku masih menyukai Farida?! Entahlah hanya anakku yang tahu! Tapi, sudahlah aku tak perlu membahasnya lagi, takutnya anakku bertambah sedih dengan keadaanya sekarang." Ibunya bicara dalam hatinya seperti itu, karena ia takut menambah beban anaknya, hingga ibunya merasa tak perlu membahas soal pernikahan lagi pada Ridwan. Yang terpenting jikalau dia merasa senang dalam kesendirian, ibunya turut bahagia... Suatu ketika pada hari minggu, kedua orang tua Farida serta Farida berkunjung ke rumah orang tua Ridwan. Dengan maksud bertujuan hendak menikahkan Farida dengan Ridwan, agar Ridwan tidak lagi menjalani hari-harinya seorang diri. Setelah itu Ridwan dan Farida mengobrol secara empat mata. Ridwan pun bertanya pada Farida, "Kenapa kamu ingin menikahiku?" Lalu Farida tersenyum dan menjawabnya, "Karena aku tahu tentang dirimu...! Andai saja aku tak melakukan hal ini, pasti hidupmu akan terus dilalui dengan kesendirian. dan aku tahu, dirimu berniat tak ingin menikah lagi, karena kamu berniat setia dunia akhirat terhadap almarhummah istrimu." Farida tahu tentang Ridwan begitu, karena ibu Ridwan pernah menceritakan pada Farida. Dan saat itu juga, Ridwan menanyakannya tentang hal itu, lalu Farida pun menjelaskannya bahwa ia pernah bertemu dengan ibunya Ridwan. Lalu Farida berkata pada Ridwan, "Kenapa saat itu kamu gak bertanya padaku?! Apakah aku ingin dipolygami? Andai saja kamu berkata demikian... Maka aku akan menjawabnya saat itu juga dengan kata "ya"... Tapi saat itu kamu tidak menanyakannya padaku..." Setelah mendengarnya, Ridwan hanya tersenyum kagum terhadap Farida. Ridwan bertanya pada Farida, "Kenapa kalau sudah tahu aku ingin setia dunia akhirat, kamu malah hendak ingin melemar dan menikahiku?" Farida menjawab, "Kamu boleh menikahiku dengan batasan tertentu, yaitu aku bisa memiliki dirimu secara halal hanya di dunia saja, sedangkan di akhirat kelak hanya milik anakmu dan istrimu." Ridwan terdiam sejenak dan terpaku dengan ucapan Farida itu. Karena Ridwan tak sedikitpun mengira Farida akan berkata demikian padanya. Setelah termenung sejenak Ridwan berkata, "Aku mau menikah denganmu dengan syarat, kau juga boleh tinggal di akhirat kelak. Insya Allah, Amin Ya Robbal 'alamin..." Lalu mereka berdua tersenyum indah penuh kebahagiaan....



    TAMAT
    Jumat, 26 Maret 2010




    Di balik awan putih
    Indah terlena
    Di balik awan putih
    Indah mempesona


    Di balik awan putih
    Lambaikan harapan
    Di balik awan putih
    Mengundang penasaran


    Binar matanya
    Penuh ketulusan
    Paras indahnya
    Penuh kelembutan


    Andai terdampar dalam pilihan
    Dirinya yakin hanya dia seorang
    Persamaan dalam visi misi dibutuhkan
    Bagaimana memandang segi kehidupan


    Andai terdampar untuk dipilih
    Panjatkan doa penuh tawadhu
    Andai tercipta tiada terpilih
    Dirinya ikhlas sepenuh hati
    Tiada noda terbawa arus keindahan


    Sekeping doa indahnya
    Bertahan dalam harapan

    Sekeping doa indahnya
    Bertahan dalam senyuman

    Tiada pernah luntur
    Dalam kisah separuh

    Bulan terbelah rata
    Menanti bulatan indah

    Sabar dalam harapan
    Sabar dalam penantian




    Selasa, 23 Maret 2010



    Indahnya sang surya...

    Terkadang menghangatkan
    Terkadang menyejukan
    Terkadang panas membara

    berjuang seorang diri
    berjuang setulus hati
    Sesekali berubah pesat
    Ambisi, arogan dan semangat
    Terkesan bak melaknat


    Tapi dibalik itu semua
    Tersimpan sejuta makna
    Tersimpan penuh kasih
    Tersimpan penuh sayang
    Tersimpan penuh harapan


    Terkadang merona kasar
    Tapi hati selembut embun
    Yang merangkul kabut
    Dalam balutan lembut


    Indahnya sang surya...

    Tulus dalam pancaran
    Mampu memberi keikhlasan
    Mampu memberi kesabaran
    Mampu memberi cahaya
    Tiada harap meminta
    Tiada harap memaksa
    Tulus dalam senyuman


    Indahnya sang surya...

    Menyuburkan tumbuhan
    Menghangatkan nuansa pagi
    Menghangatkan jiwa dan raga
    Mengalahkan kegelapan
    Memberi cahaya kehidupan


    Indahnya sang surya...

    Terkadang merasa gundah
    Bila mega mendung menjelang
    Terik cahayanya terhalang
    Menutupi segala ruang


    Ketika terasa gundah
    Bersedih hati dalam diri
    Sinarnya tak mampu lagi
    Menyinari sang bumi


    Sang surya sabar menanti
    Hingga sang mega menepi
    Dan iklim pun cerah kembali








    DAMAI ITU INDAH

    Kita boleh saja jadi diri sendiri, namun bukan berarti mesti melukai hati orang lain, dari sudut pandang dan pendapat yang lain. Jadilah matahari, yang memberikan seberkas cahaya terhadap bumi penuh tulus, ikhlas tanpa balas jasa dan tiada paksa. Ketika ada perbedaan, apakah perlu diperdebatkan? Sedangkan perselisihan itu tidak baik untuk ketentraman dan kedamaian. Apakah perlu kita berteriak bahwa kitalah yang paling benar dalam suatu pandangan? Sedangkan kita tahu bahwa benar itu datangnya dari Allah Ta’ala, bukannya dari Makhluk-Nya. Dan kita kembalikan pada niat… Terkadang tidak sesederhana itu, ketika kita mersa benar, kita berpikir, “Hal ini bukan masalah niat, akan tetapi masalah aturan.” Yang jadi pertanyaan, aturan yang mana. Aturan Allah-kah? Aturan Rasul-kah? Atau aturan kita sendiri (menyesuaikan kehendak hati yang datangnya dari hawa nafsu untuk memenangkan sebuah pendapat tersebut)? Jikalau memahami suatu kebijakan dan kebajikan, maka tutur bahasa yang baik adalah, “Masing-masing”... Namun ketika ada kesesatan dan kesalahan dalam cara pandang dan menafsirkan sesuatu (tidak sesuai dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits). Maka hendaklah wajib meluruskannya, namun bukan berarti menghalalkan segala cara. Karena islam hadir penuh cinta dan kasih sayang bagi semesta alam…

    Minggu, 21 Maret 2010





    Cepot: Dewala, kamu paling suka kisah dari tulisan 'SESUATU HAL INDAH' menurutmu cerita yang mana?


    Dewala: Aku paling suka kisah yang berjudul 'LANGIT BIRU NAN INDAH' karena awal cerita hingga akhir ceritanya menarik dan penuh kebahagiaan amat dahsyat, hingga hati ini ikut bergetar dahsyat... Hehehe


    Cepot: Tapi menurutku, aku lebih suka yang ceritanya sedih sperti 'SEBUAH HARAPAN INDAH'. Di mana kisahnya menceritakan kisah cinta segitiga... Hehehe


    Cepot: Tapi bagaimana kalau dalam kisah 'LANGIT BIRU NAN INDAH' itu kita jadikan bahan tanya jawab antara kita?


    Dewala: Ok!


    Cepot: Seandainya kata-kata sang langit itu 'Ku ingin menjadi bidadari indah mu', tapi bukan untuk sang penyair?


    Dewala: Mungkin kalau sang penyair tersebut mempunyai kepribadian yang baik, maka ia akan menerimanya penuh keikhlasan dan ketulusan hatinya merelakan sesuatu yang bukan jadi haknya secara ikhlas sepenuh hati. Tapi seandainya ungkapan itu hanya untuk sang penyair, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan tiada tara dan akhirnya pun, mungkin akan seperti kisah 'LANGIT BIRU NAN INDAH' itu.


    Cepot: Setuju lah... Dewala... Tapi apakah mungkin hidup dalam kenyataan seperti itu?


    Dewala: Dalam hidup ini tidak ada yang tidak mungkin jikalau Allah berkehendak maka jadilah (qun faya qun).


    Cepot: Betul, bro... Hehehe


    Dewala: Bahkan menurut sahabat deket ku mengatakan: "Bila hidup terkendali dalam keseimbangan maka apa pun yang terjadi akan seimbang, karena dalam keseimbangan menimbulkan keseiramaan dalam mewujudkan sesuatu hal, sebab di dalamnya saling mengisi kekurangan satu sama lainnya maka tercipta lah sebuah keindahan utuh." Dan kisah ini hampir mirip kisah Nabi Muhammad saw terhadap Siti Khodijah r.a., Nabi Muhammad saw, beliau sebagai Nabi biasa sedangkan Siti Khodijah r.a. mempunyai harta yang berlimpah, bahkan pada saat itu Siti Khodijah melamar Muhammad saw. Subhanalloh...


    Cepot: Terus siapa nama sahabat mu itu?


    Dewala: Entahlah, aku sendiri tidak tahu siapa dia!? Yang jelas ia pernah berkata demikian padaku... Hihihi


    Cepot: Oh, begitu ya... Hihihi...
    Terus menurutmu perempuan yang mesti di cari itu seperti apa ya?


    Dewala: Rasulullah saw bersabda: "Dunia itu adalah kesenangan dan hiburan dan sebaik-baiknya hiburan adalah perempuan baik (yang sholeh), jika ia melihatnya menyenangkan, jika dia perintah taat, dan jika ditinggal pergi dijagalah hartanya dan kehormatan dirinya."


    Cepot: Hmmm... Jadi pengen nikah... Hihihi


    Dewala: Nabi saw bersabda: "Janganlah kawin dengan wanita semata-mata karena kecantikannya, mungkin kecantikannya itu akan menjerumuskan mereka, dan jangan mengawini wanita semata-mata karena hartanya, karena mungkin kekayaan itu akan membuatnya melampaui batas, dan kawinilah mereka itu karena agamanya, maka sungguh budak wanita yang hitam tapi beragama adalah lebih utama." (HR. Abdu bin Humaid)
    Nabi saw bersabda: "Wanita itu dikawini karena empat hal: Karena hartanya, keturunannya, kecantikannya,dan karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung." (HR. Bukhari - Muslim).


    Cepot: Oh... gitu ya... Aku jadi tambah mengerti dan memahaminya...


    Dewala: Iya, emang mesti begitu... Hidup jauh dari agama ibarat menjalani hidup ini tanpa cahaya petunjuk untuk menuju jalan kebahagiaan yang diridhoi Allah.


    Cepot: Ya betul... Semoga aja kita menikah kelak mendapatkan kriteria istri ke 'empat hal' tersebut yang banyak di idam-idamkan semua insan dimuka bumi ini.


    Dewala: Amin... Subhanalloh, itu yang disebut dengan 'surga dunia', pot...


    Cepot: Tapi bagiku seandainya ke 'empat hal' tersebut hanya satu yang terlihat dalam dirinya yaitu 'wanita yang baik agamanya' maka aku akan menikahinya... Hehehe


    Dewala: Betul, betul... Setuju... Aku juga sama... pot. Hehehe




    Allah Ta'ala berfirman: "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: Wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang, itulah kesenangan hidup dunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (surga)" (QS. Ali Imran: 14).

    Suatu hari Rasulullah bertemu dgn salah seorang sahabat yang kondisi sangat memprihatinkan sehingga mengundang perhatian Rasul sampai Rasul berta mengapa kamu menjadi seperti ini. Orang tersebut menjawab dgn penuh percaya diri bahwasa dia menjadi seperti itu justru karena doanya. Doa adl : Ya Allah berilah saya kesengsaraan dunia dan jadikan kesengsaraan dunia sebagai indikator bahwa saya akan mendapat kebahagiaan akhirat. Mendengar jawaban itu Rasulullah hanya bersabda : inginkah aku tunjukkan doa yg lbh baik dari itu? Lalu dari peristiwa ini turunlah Surat Al-Baqarah ayat 201 Robbana atina fiddunyaa hasanatan wa fil aakhiroti hasanatan waqinaa adzaabannaari {Ya Allah berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka}

    Jadi Rasul lbh suka kita punya sebuah kerangka berfikir bahwa kita berusaha utk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akan mejadikan kebahagiaan dunia sebagai jembatan utk mendapatkan kebahagiaan akhirat. Itu sebenar yg lbh disukai Rasul. Dan bapak-ibu pada musim haji atau yg sudah pergi haji doa yg sering kita baca doa itu. Jadi doa yang sudah sering kita dengar atau yg sudah familiar dgn pendengaran kita itu doa yg sangat luar biasa.

    Doa Robbana atina merupakan doa yg paling mewarnai ketika kita melaksanakan ibadah haji dan juga utk kita yg tak sedang melakukan ibadah haji tampak doa itu harus menjadi bagian urat nadi kehidupan kita. Kita minta diberikan kebahagiaan dunia maupun kebahagiaan akhirat.

    Menurut Ibnu Abbas salah seorang ulama tafsir di kalangan sahabat pernah menyebutkan bahwa yg dimaksud kebahagiaan dunia itu ada 6 yaitu :

    1. Pasangan hidup yg sholeh Pasangan hidup yg terdapat dalam Al-Quran dalam surat At-Tahrim disebutkan ada 3 macam pasangan hidup kita yaitu : a} Tipe pasangan hidup Nabi Nuh Nabi Nuh orang sholeh beliau diberi umur hampir 1.000 tahun dan hampir dari seluruh umur habis utk dakwah tapi ternyata istri sendiri yang termasuk menentang dakwahnya. Ada tipe seperti ini suami tdk pernah ketinggalan sholat shaum senin-kamis namun istri tidur saja. b} Seperti Firaun Kita kenal Firaun simbol kedzoliman dan ketakaburan. Apalagi ada 3 pencetus kesombongan yaitu : ilmu kekayaan dan kekuasaan. 3 hal ini ada pada Firaun. Namun Firaun yg begitu dzolim dan takabur kata Rasul ada 3 wanita sholehah : - Khadijah : istri Rasulullah - Maryam : ibunda nabi Isa - Asiyah : istri Firaun Tipe ini adl istri taat beribadah namun sang suami jauh dari Allah c} Keluarga Imron Imron adl orang sholeh punya istri sholeh punya anak orang sholeh dan cucu juga sholeh. Sebenar bukan hanya keluarga Imron saja ada keluarga Rasulullah keluarga Ibrahim namun mereka semua Nabi sedang Imron bukan Nabi. Bagi yg belum menikah ada 4 kriteria pasangan hidup : ganteng/cantik pinter kaya dan sholeh. Namun setelah dicari tak dapat 4 kriteria tersebut yg penting adl hidup dan sholeh. Tentu harus klop antara doa dan ikhtiar mencari pasangan sholeh jangan dicari di diskotek cafedll tapi carilah di majelis taklim seperti ini.
    2. Anak yang jadi penyejuk hati Anak bisa jadi surga dunia atau neraka dunia. Walau keluarga pas-pasan tapi anak sholeh maka dianggap oleh lingkungan sebagai keluarga yang sukses/berhasil
    3. Lingkungan yang sholeh Kalau kita punya teman yg sholeh itu adl kebahagiaan dunia. Tidak semua orang pintar/cerdas arif dalam menghadapi persoalan. Tidak selama kecerdasan berbanding lurus dgn kebijaksanaan. Majelis taklim bukan hanya sekedar ilmu tapi mencari teman-teman dan lingkungan yang sholeh. Nabi bersabda: Siapa yg duduk di majelis taklim dan niatnya ikhlas maka malaikat akan memberi barokah kepada majelis itu dan langkah yg dilakukan akan menjadi kifarah dosa-dosanya. Maka yg rumah jauh itu lbh bagus asal ikhlas.
    4. Harta yang halal Kalau yg menjadi paradigma kita atau tolak ukur kita itu harta yang banyak hati-hati kita cenderung menghalalkan segala cara. Karena demi banyak itu. Tapi kalau tolak ukur kita itu harta yg halal insya Allah kita akan bekerja keras mencari yg halal syukur-syukur bisa banyak. Sehingga bagaimanapun harta yg banyak itu akan memberikan kemudahan bagi kita dalam ber-taqarub kepada Allah.
    5. Keinginan untuk memahami Islam dan mau mengamalkan Ada keinginan/semangat utk memahami Islam itu patut disyukuri sebab tanpa keinginan yg kuat dan karunia Allah kita tak mungkin hadir disini. Problem terbesar yg dihadapi umat Islam adl banyak yg mengakui diri muslim tapi tak mau memahami Islam itu problem kita.
    6. Umur yang barokah Nabi bersabda: Kalau kamu meninggal kamu akan mendengar derap kaki orang yg mengantarkan kamu itu pulang dan yg setia menemani adl amal sholeh. Maka ukuran kebahagiaan dunia adl bagaimana kita bisa mengisi hidup dgn kesholehan. Usia makin bertambah kita juga makin sholeh.

    Jadi ketika kita mengatakan ‘Ya Allah beri kami kebahagiaan dunia’.enam hal itulah yg kita minta. Pasangan hidup yg sholeh anak yg sholeh lingkungan yg sholeh harta yg halal keinginan utk memahami Islam dan umur yg barokah...



    “Semoga dikaruniai suami yang Sholeh yang bisa membimbing saya dunia dan akherat”.
    Jawaban seperti ini sering terdengar meluncur ringan dari seorang gadis yang akan berumah tangga ataupun pengantin baru. Kebanyakan Wanita ketika diajukan pertanyaan mengenai jodoh ia mengatakan ingin suami yang Sholeh.
    Tapi apakah suami seperti itu yang benar- benar di dambakan oleh seorang wanita dalam kehidupan rumah tangganya ?


    Karena Doanya sudah di Makbulkan Allah, serta mendapat doa juga dari rekan rekannya, maka hiduplah si Gadis ini dengan seorang lelaki Sholeh.

    Seorang lelaki Sholeh amat takut kepada Allah, salah satu bukti ketakutannya ialah dalam hal mengerjakan Sholat.Jadi lelaki soleh akan menyuruh malah kadang memaksa sang Istri untuk sholat,. Tetapi ada istri yang malas Sholat Nah..! padahal sebelum menikah dia inginkan lelaki yang sholeh yang membimbing dia dunia dan akherat.
    Ketika si Istri sedang lelap tidur malam hari, sang Suami Sholeh bangunkan dia untuk sama sama Sholat Tahjud.
    ” Ada apa abang ini..!, saya masih ngantuk, Abang Sholatlah sendiri”
    Lupa sudah si Istri dengan keinginannya dulu, di ajak sholat tahajud malah marah marah.

    Lelaki yang sholeh amat takut kepada Murka Allah. Islam mewajibkan Wanita Tutup Aurat,Jadi suami Sholeh tidak akan membenarkan istrinya keluar rumah atau mengenakan pakaian sesuka hati, atau berhias serta bermake-up tebal. Tetapi Sang Istri kurang senang dengan peringatan suami tentang hal ini.
    Suami sholeh yang anda idam idamkan yang akan membimbing anda Dunia akherat telah anda bantah perkataannya.

    Suami yang Sholeh tidak akan duduk di rumah saja, “Berada di bawah ketiak Istri sepanjang hari”, karena dia tahu,Jihad Fi Sabillah adalah agenda utama dari hidup seorang lelaki sholeh.
    Dia akan senantiasa berada diluar rumah berjuang untuk agamanya serta berjuang untuk mencari rezeki yang halal, sehingga terkadang bisa pulang larut malam.
    Kadang wanita tidak suka hal seperti ini, padahal doanya dulu ingin mendapat lelaki yang sholeh.
    Sebagai lelaki soleh dia akan menjadikan Masjid sebagai rumah kedua dalam hidupnya, nah…, sang istri sering berkata, “Ke Mesjid lagi ke Mesjid lagi, ngapain di sana sih ?”

    Lelaki Sholeh amat taat kepada kedua orang tuanya, malah baktinya kepada ibunya melebihi kepada Istrinya, hal ini sering terjadi dan membuat seorang Istri cemburu, dan marah marah.
    padahal doanya ingin dapat Suami Yang Sholeh.

    Lelaki yang Sholeh juga tidak suka hidup bermewah-mewah, uangnya yang banyak dihabiskan dalam amal dan perjuangan agama, diapun takut menerima suap/sogokan dan segala macam uang haram , jadi dia tidak bisa memberi barang barang mewah seperti rumah yang besar, mobil yang mewah dan perhiasan yang banyak kepada Istri dan keluarganya.
    Dalam keadaan seperti ini ada sang Istri yang tak suka.
    Jika dia dulu inginkan suami yang Sholeh maka setelah dapat dia tak suka dengan pola hidupnya.

    Lelaki yang Sholeh akan menjauhkan diri dari maksiat , maka dia akan melakukan perkara yang halal saja. Salah satu perkara yang halal adalah memiliki empat Istri ( dengan syarat dan ketetapan Syariah bisa dipenuhi ). Nah..lagi lagi perkara ini mebuat banyak para Istri sangat berpantang, malah akan membenci suaminya yang kawin lagi.
    Bukankah anda dulu berdoa agar dapat lelaki yang Sholeh ?

    Menyimak hal hal diatas, maka banyak sekali masalah masalah yang tidak di sukai seorang istri ketika dia mendapat suami seorang Yang Sholeh, padahal dulu selalu berdoa agar mendapat Suami yang Sholeh.

    Timbul pertanyaan sekarang, kalau mendapat suami yang tidak sholeh atau yang biasa biasa saja, apakah akan membawa kebahagiaan ?

    Dunia ibarat air laut, ketika kita meminumnya maka kita akan semakin haus. Dunia juga tidak kekal, susah-senang, lapang-sempit, bahagia-sengsara…semuanya tak ada yang abadi.
    Dunia seperti bayang bayang saja, dilihat ada tetapi ketika hendak di tangkap hilang dia.

    Mencari kebahagian yang kekal abadi bukan Di dunia tempatnya. Dunia adalah ladang untuk tempat menanam, akan di penen bila tiba masanya.
    Mati dan masuk kubur adalah saat memanen segala amalan ketika di Dunia. Kubur bisa menjadi pintu Surga ataupun menjadi lubang dari lubang lubang neraka, siapa masuk tak bisa kembali lagi.

    Hanya ada dua pilihan ke dalam Surga atau ke dalam Neraka.

    Berbekal niat yang lurus, hati yang ikhlas serta langkah yang Istiqomah, mari kita lewati masa-masa di dunia ini dengan penuh ketakwaan, karena Allah dan Rasul-Nya telah menjelaskan semua tentang dunia dan akherat kepada Manusia.

    Berbahagialah mereka yang menjalani hidup ini sesuai dengan perintah dan larangan-Nya.
    Semoga kita tidak terperdaya dengan sesuatu yang semu.

    Dan bagi para calon istri, jangan ragu untuk selalu berdoa, ” Ya, Allah berilah saya seorang suami yang Sholeh yang dapat membimbing saya dalam perkara dunia apalagi dalam perkara Akherat, ya, Allah kabulkanlah Doa hambamu ini “.
    Amiiin.


    Jumat, 19 Maret 2010




    Ada sebuah nama melantunkan syair-syair indah
    Syair-syairnya bernadakan semangat juang indah
    Seakan dirinya mempunyai kepribadian indah
    Serta mempunyai rasa keikhlasan tulus suci indah


    Alam bertanya; "Pada siapa gerangan berkehendak?"


    Alunan kata indahnya terdengar ke angkasa
    Melambung tinggi menembus awan biru
    Membangunkan langit biru nan indah
    Memberi rasa suatu indah dan bahagia


    Alam bertanya lagi; "Apakah mungkin untuk sang langit?"


    Langit biru hanya terdiam tersipu malu
    Kata-katanya yang mengalun merdu
    Negerinya bergerak menggetarkan awan biru
    Langit nan indah itu berkrakter pemalu
    Ia mampu mendengarkan tanpa beranjak ke bumi
    Namun sang penyair tak henti berkreasi
    Semampu mungkin ia lakukan tiada henti


    Alam bertanya; "Apakah mungkin sang penyair itu mampu?"


    Penyair itu terlihat tabah dan sabar menghadapi
    Meski terkadang jatuh bangun ia lewati
    Keinginannya seakan tiada batas teguh berpendirian
    Ia tak mudah putus asa menggapai tujuan
    'Maju terus pantang mundur' bisik dalam hatinya


    Suatu ketika sang penyair kebingungan, ia kehilangan akal, pikiran dan tenaga. Sang penyair indah itu kehilangan kemampuannya, ia tak sanggup lagi meraih mimpi indahnya. Karena sang penyair menyadari bahwa hal itu di luar batas kemampuannya. Ia hentikan segala upayanya demi mengendalikan diri dari ambisi yang berlebihan dan dari perbuatan yang tidak dikehendaki kelak. Sang penyair kini terdiam tanpa melakukan sesuatu hal untuk sang langit biru nan indah.


    Alam bertanya; "Bagaimana keadaan nasib sang langit?"


    Langit merasa sunyi menyelimuti keheningannnya
    Lantunan suara merdu kini tiada lagi menggema
    Langit mulai merasakan luas ruangnya tak nyaman
    Ketika malam tiba tiada bintang menemaninya
    Sang rembulan pun enggan bercahaya
    Kegelapan meliputi dirinya dalam renungan
    Hari-harinya ia lalui penuh kegelapan
    Di setiap ruang sudutnya tak ada lagi senyuman


    Alam bertanya; "Apa yang terjadi selanjutnya?"


    Tak sengaja sang langit melihat selembar kertas tergeletak yang ditinggalkan oleh sang penyair yang bertuliskan:

    Aku hanya sang kumbang yang mampu menyelusuri secara perlahan dimulai dari dahan, tangkai, dedaunan dan ranting-ranting kering berjatuhan saat pijakan kaki ku. Dan setelah ku berhasil menyusuri, hingga ku sampai di puncak penghujung bunga. Ku hanya mampu ungkapkan padanya bahwa aku tak sanggup membahagiakannya.

    Lalu sang langit menjawab dalam hatinya:

    Ku tak menginginkan harta yang berlimpah darimu
    Atau pun bergelimang intan permata berkilau indah
    Dan aku tak menginginkan sebuah ujian berat padamu
    Yang sesungguhnya hal itu di luar kemampuanmu
    Yang ku inginkan buat aku bahagia penuh senyuman
    Karena ku ingin menjadi bidadari indahmu


    Alam bertanya; "Apa yang akan dilakukan sang langit kelak?"


    Setelah membaca tulisan sang penyair, sang langit mulai menunjukan kemampuannya, Langit itu mencoba mengumpulkan semua awan itu menjadi bentuk hamparan terbentang luas. Ketika langit merasakan sedihnya tak tertahankan lagi. Laskar awan-awan itu bergemuruh disertai petir menggelegar dan merubah diri menjadi warna pekat hitam. Hingga awan itu mengalirkan tetesan air berjatuhan menyirami dan membasahi apa pun yang terkena tetesnya, sehingga bumi tersenyum dan berseri. Ketika sang penyair tahu bahwa hal itu adalah kesedihan sang langit, maka ia pun segera bangun dan bangkit dalam diamnya. Penyair itu seakan tiada rela seandainya ada suatu kesedihan terhadap sang langit, karena sang penyair itu tak menginginkan ada kesedihan, apalagi hingga meneteskan air mata. Sang penyair itu kembali seperti sedia kala menemani suka dukanya sang langit dalam indahnya kebersamaan yang sejati. Hujan deras pun reda seketika dan muncul lah sang pelangi dengan warna-warni nan indah menghiasi cakrawala hidup keindahan. Dan kini sang langit nan indah pun tersenyum kembali untuk selamanya...



    Rabu, 17 Maret 2010


    Tiap bayangan itu bersua dengannya
    Ingin dirinya ungkapkan sesuatu padanya
    Namun hati kalah dengan logikanya
    Kelemahan dirinya diam seribu bahasa
    Kenyataannya dikalahkan semua angannya
    Ketakutannya tanda bukti kekhawatirannya
    Yang mengelilingi setiap raga dan jiwanya


    Serba salah dalam suatu tindakannya
    Menghantui dan menggerogoti dalam sukmanya
    Lambat laun tersiksa perlahan dalam bathinnya
    Mengharapkan sesuatu penuh kelemahannya
    Menghindar darinya jalan terbaik baginya
    Meski tersimpan dalam harapan indahnya


    Terpendam rasa menghiasi hari-harinya
    Antara indah dan tidak pun dijalaninya
    Ketidakberdayaannya lumpuhkan percaya dirinya
    Seolah dirinya ragu dengan harapan indahnya
    Dirinya beranggapan hal itu impian bukan buatnya
    Impian itu hadir di hidupnya bukan untuk dirinya


    Dalam kelemahannya mencoba bertahan
    Hadapi segalanya penuh dengan senyuman
    Sabar dan sholat pun dijadikan penolongnya
    Lindungi diri dari segala salah dan dosanya
    Sabar dan tabah dari apapun yang dihadapinya
    Demi mempertahankan keikhlasan tulus hatinya
    Yang terbungkus dalam balutan kesucian jiwanya


    Ia bagaikan puspa seribu bahasa isyarat
    Menyebarkan aroma wangi merangkul pikat
    Wujud indahnya membuat dirinya terjerat
    Mengalirkan sari-sari madu menempel lekat
    Bertaburan serbuk sari terbang mendekat
    Dirinya terlena dalam indahnya dekapan erat
    Terlepas dari genggaman tangannya hal terberat
    Namanya terlanjur terukir indah melekat erat


    Kamis, 11 Maret 2010

    Terkadang tanpa kita sadari banyak dalam kehidupan ini tidak mempunyai saringan dalam hidup, segalanya kita ikuti dan dilakukan oleh kita yang terkadang hal itu bertentangan dengan Al-Qur'an dan Al-Hadits. Baik itu dalam pergaulan sehari-hari atau pun dalam media-media lainnya seperti halnya: Film, Sinetron, Novel, Majalah dll. Padahal dalam hal ini sebenarnya setiap suatu unsur karya yang identik dengan sebuah karangan pasti mengandung imajinasi yang terkadang bertentangan dalam Al-Qur'an dn Al-Hadits, namun kita tidak menyadarinya bahkan meniru dan mengikutinya. Disini lah kita perlu filter untuk menyaring sesuatu hal yang kurang baik, bahkan buruk sekalipun menurut dinul Islam. Tapi terkadang pula setiap sesuatu karya itu sepenuhnya baik dan terkadang pula tidak baik, maka pandai-pandai lah membedakan mana yang baik dan buruk menurut agama. Disitu lah kita akan melihat kemampuan diri kita untuk lebih berpikir dan berakal, sebagaimananya manusia itu diciptakan Allah dengan sempurna dibandingkan mahluk lainnya. Dalam pengertiannya setiap kehidupan kita bebas melakukkan apapun namun kita tetap perlu pelindung dan aturan sebagai pembatas dari perbuatan yang tidak di ridhoi Allah Ta'ala. Dan islam itu pada dasarnya tidak memberatkan hamba-Nya malah meringankan bagi setiap hamba-Nya Dan hal itu sesuatu yang mesti di syukuri karena Allah memberi sesuai kadar kemammpuan setiap insan. Namun terkadang mereka tak menyadarinya betapa sayangnya Allah kepada hamba-Nya melebihi rasa sayang seorang ibu terhadap anaknya.

    Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan .

    Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.

    Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.

    Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.

    Disamping memberikan kegiatan kepada laki-laki, pengajian kepada ibu-ibu dan anak-anak, beliau juga mendirikan sekolah-sekolah. Tahun 1913 sampai tahun 1918 beliau telah mendirikan sekolah dasar sejumlah 5 buah, tahun 1919 mendirikan Hooge School Muhammadiyah ialah sekolah lanjutan. Tahun 1921 diganti namnaya menjadi Kweek School Muhammadiyah, tahun 1923, dipecah menjadi dua, laki-laki sendiri perempuan sendiri, dan akhirnya pada tahun 1930 namnaya dirubah menjadi Mu`allimin dan Mu`allimat.

    Muhammadiyah mendirikan organisasi untuk kaum perempuan dengan Nama 'Aisyiyah yang disitulah Istri KH. A. Dahlan, Nyi Walidah Ahmad Dahlan berperan serta aktif dan sempat juga menjadi pemimpinnya.

    KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.

    Image
    Kyai Haji Ahmad Dahlan
    Muhammad Darwisy (Nama Kecil Kyai Haji Ahmad Dahlan) dilahirkan dari kedua orang tuanya, yaitu KH. Abu Bakar (seorang ulama dan Khatib terkemuka di Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta) dan Nyai Abu Bakar (puteri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan juga). Ia merupakan anak ke-empat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlul'llah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).


    Pada usia 20 tahun (1888), ia kembali ke kampungnya, dan berganti nama Ahmad Dahlan. Sepulangnya dari Makkah ini, iapun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1902-1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah.


    Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).


    Sebagai seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya, ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri, yaitu :

    "Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo).


    Kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi.


    Untuk membangun upaya dakwah (seruan kepada ummat manusia) tersebut, maka Dahlan gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya dakwah tersebut, dan juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan ummat Islam di Indonesia. Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua sekolah tersebut. Dengan mendidik para calon pamongpraja tersebut diharapkan akan dengan segera memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para calon guru yang diharapkan akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, Dahlan juga mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). Dahlan mengajarkan agama Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita pembaharuannya.


    Di samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Ia dikenal sebagai salah seorang keturunan bangsawan yang menduduki jabatan sebagai Khatib Masjid Besar Yogyakarta yang mempunyai penghasilan yang cukup tinggi. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.


    Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.


    Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.


    Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan mensiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kan,u wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).


    Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan (tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan. Muhammadiyah juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur'an baru, yang menurut kaum ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya dengan perkataan, "Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat agama Islam dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur'an dan Hadits. Umat Islam harus kembali kepada Qur'an dan Hadits. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir".


    Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering (persidangan umum).


    Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut :


    1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.

    2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam.

    3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.

    4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan.