Popular Posts

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

About

Mengenai Saya

Foto saya
Bijaksana, baik hati, sederhana, dan terkadang humoris

Pengikut

Senin, 02 Agustus 2010


Karangan cerita karya: Tira Risyadi

Cerita ini hanya karangan belaka bila ada kesamaan dalam alur cerita kisah ini, itu hanya kebetulan saja...




Kini Ridwan jalani hidup seorang diri, rumah yang ia tempati hanya dia seorang. Tiada siapapun di rumah itu kecuali Ridwan dan potret almarhummah istrinya, yang masih terpajang rapi di dinding. Sesekali ia sering memandang potret istrinya itu, dengan pandangan penuh rasa rindu yang menyelimuti kenangan indah saat bersamanya. Sehabis sholat Ridwan tak luput berdoa mengalir lembut dari mulutnya, agar istrinya itu di tempatkan sebaik-baiknya tempat di sisi Allah SWT. Apabila Ridwan tengah seorang diri, ia selalu ingat pada istrinya, bahkan sering terucap dalam hatinya, "Andai saja anak yang di kandung istriku tidak ikut bersama ibunya, aku akan mengurus anakku penuh kasih sayang dan ketulusan dalam merawatnya. Dan mungkin aku tak terlalu kesepian dengan jalan hidupku." Setiap alunan bisik hati itu keluar, Ridwan acapkali meneteskan air mata sembari tersenyum penuh rasa puas, meski hal itu sebatas suara dalam hatinya. Dan setiap hendak berangkat kerja, pandangan matanya selalu tertuju pada bingkai foto istrinya sambil tersenyum, bahkan sekalipun tiap pulang kerja, ketika masuk rumahnya yang pertama ditatapnya ialah potret istrinya lagi sembari tersenyum kembali. Seolah-olah rasa kasih sayang dan rindunya tiada pernah putus ia berikan sepenuhnya untuk almarhummah istrinya, tak lekang waktu hingga akhir usianya... Meski Ridwan hidup dalam kesendiriaan, ia tak pernah mengeluh, ia selalu menjalani hidupnya penuh senyuman dan kebahagiaan yang tersembunyi di balik hatinya. Ketika Ridwan jatuh sakit dan setiap Ridwan sakit ia merawat dirinya sendiri. Meski dalam keadaan tubuhnya lemas dan lemah tak bertenaga, walau demikian Ridwan tak pernah mengabaikan kewajibannya untuk menunaikan ibadah sholat, Meski terkadang sholatnya dalam kedaan berbaring di tempat tidurnya. Di rumah Ridwan yang sederhana itu, ia tak mempunyai seorang pembantu maka dari itulah segala sesuatunya dikerjakan sendiri. Mulai dari menyapu, mengepel lantai, cuci piring, dan cuci bajunya sendiri hingga memasak pun ia lakukan sendiri. Banyak tetangganya yang merasa iba serta kagum kepada sosok seorang Ridwan, bahkan tidak sedikit tetangga yang menawarkan untuk menikah dan mencarikan calon untuknya. Namun setiap saran itu Ridwan selalu berkata bahwa ia masih ingin menjalani hidup sendiri. Dan para tetangga pun bisa memahaminya meski mereka selalu penuh tanda tanya. Kenapa setiap jawaban Ridwan selalu begitu, meski jawabannya selalu demikian, para tetangga tak pernah berprasangka buruk terhadapnya, karena di mata mereka Ridwan itu sosok orang yang baik meski terkadang sedikit aneh. Karena tidak seperti laki-laki pada umumnya yang biasanya, laki-laki yang ditinggalkan oleh istrinya ia akan menikah lagi, sedangkan Ridwan tidak seperti itu. Yang menyarankan untuk menikah lagi ternyata bukan dari tetangga saja, melainkan dari rekan kerjanya, mertuanya, bahkan kedua orang tuanya sendiri, tapi Ridwan selalu menjawab seperti itu... Suatu ketika Ridwan dipindahkan lagi kerjanya ke Jakarta. Saat mengemasi barang-barang bawaanya untuk ke Jakarta, yang ia dahulukan adalah potret istrinya, ia masukan ke kopor bawaanya dengan penuh perasaaan dan secara perlahan-lahan, sesekali ia pandang terus potret tersebut seakan tak pernah jemu untuk memandanginya. Di Jakarta untuk sementara, ia tinggal di rumah kedua orang tuanya, karena Ridwan berencana untuk membangun rumah lagi di sebelah rumah orang tuanya... Saat Ridwan datang ke rumah kedua orang tuanya, kakak-kakaknya Ridwan sudah ada di rumah orang tua Ridwan, mereka menyambut penuh senyum dan kebahagiaan, terkecuali ibunya Ridwan, ia bukannya senang melihatnya anaknya, setibanya dari Bandung. Pada dasarnya ibunya itu bahagia dengan kedatangan Ridwan, namun karena ingat akan kejadiaan masa lalu dalam rumah tangga Ridwan, hingga sang ibu menangis. Lalu Ridwan mencoba untuk mendekati ibunya seraya berkata pada ibunya, "Ibuku tercinta... Kenapa ibu menangis?" Ibunya menjawab, "Ibu hanya ingat almarhummah istrimu... Mestinya kau datang ke sini bersama menantu dan cucuku." Ridwan pun berkata pada ibunya, "Sudahlah, bu... Ini semua udah kehendak Allah dan kita wajib menerimanya dengan ikhlas." Ketika Ridwan berkata demikian, ia sembari mengusap air mata berlinang di kedua pipi ibunya dengan kedua lengannya. Setelah itu ibunya tersenyum pada Ridwan, seakan tangisan itu mesti ditahan agar tidak larut dalam kesedihan... Enam bulan kemudian, rumah baru Ridwan sudah selesai di bangun di samping rumah orang tuanya. Seperti biasanya tiap berangkat dan sepulang kerja, Ridwan tak pernah absen untuk memandang potret istrinya. Karena bagi Ridwan dengan selalu memandang potret istrinya, ia merasa lebih bersemangat lagi dalam menjalani hidupnya. Saat ini beban dalam kesendiriaanya sedikit berkurang karena ia tinggal bersebelahan dengan rumah orang tuanya... Secara bersamaan pula, ternyata Farida tidak mempunyai kanker otak lagi, ia berhasil dioprasi oleh para medis di rumah sakit Singapura. Namun kabar hal ini, tidak banyak orang lain tahu termasuk Ridwan begitupun kedua orang tuanya... Di suatu hari, ibu Ridwan tak pernah berhenti memberi saran pada Ridwan, agar ia menikah lagi dengan alasan tidak baik menjalani hidup seorang diri , karena itu perlu seorang pendamping, namun Ridwan selalu menjawab kalau ia ingin hidup sendiri dengan alasan demi mempertahankan cinta utuhnya terhadap almarhummah istrinya. Ibunya sangat memehami karakter anaknya, ia pun segera berpaling dari hadapan Ridwan, lalu masuk ke kamarnya sembari meneteskan air mata dan berdoa agar Ridwan menikah lagi dan segera punya cucu darinya. Ibunya berdoa demikian, karena ia sangat menginginkan cucu dari anak terakhirnya yaitu Ridwan. Dan doa itu selalu terniang sehabis ibunya sholat. Berdoa seperti itu bukan hanya ibunya Ridwan saja, bahkan mertua ibunya almarhummah Nadia. Saking sayang terhadap Ridwan seperti anaknya sendiri, ibu Nadia pernah bilang pada Ridwan, seandainya Nadia punya adik perempuan, mungkin akan dinikahkan dengan Ridwan, tapi nyatanya Nadia tidak mempunyai seorang adik perempuan. Ketika ibu Nadia bilang demikian, Ridwan hanya sanggup tersenyum saja pada ibunya Nadia, tanpa ucapkan sepatah kata pun... Suatu ketika, secara diam-diam ibu dan ayah Ridwan bersilaturohim ke rumah Farida. Dan ibu Farida sudah tahu tentang kabar Farida, hingga Farida saat ini sudah sembuh total dari kanker otaknya dan ia juga belum menikah, akan tetapi setahun yang lalu sudah bertunangan dengan pemuda bernama Mukhlis asal Bandung yang bekerja di Jakarta. Namun Mukhlis mengalami kecelakaan saat mengemudi kendaraannya tertabrak oleh mobil bus, hingga ia meninggal dunia. Saat mendengarnya ibu dan ayah Ridwan turut berduka cita atas kejadian itu... "Namun sayang sekali meski demikian, lagipula Ridwan belum tentu akan menikah lagi." Bisik ibu Ridwan dalam hatinya. Farida pun mulai tahu tentang keadaan Ridwan. Ia tahu dari ibu Ridwan yang menceritakan semuanya kepada ibu Farida dan juga Farida. Lalu ibunya Ridwan bertanya kepada Farida, "Apakah nak Farida, masih mencintai anakku Ridwan?" Farida tersipu malu, bahkan ia tak menjawabnya, malahan Farida hanya memberi senyuman pada ibunya Ridwan. Dan setelah itu ibunya Ridwan, tak membahasnya lagi karena hal itu masalah pribadi Farida. Setelah berbincang-bincang cukup lama dan penuh dengan suka cita antara ibunya Ridwan dan ibunya Farida. Lalu ibu dan ayah Ridwan berpamitan untuk pulang... Ketika Ridwan sepulang kerja, ibunya Ridwan menghampiri Ridwan dan bertanya padanya, "Bagaimana kalau kamu menikah dengan Farida?" Saat mendengarnya, kala itu Ridwan tengah mereguk teh hangat buatannya sendiri, ketika meminum teh hangat dalam cawan berwarna hitam pekat, lalu Ridwan melirik ibunya tanpa melepaskan cawan itu dari bibirnya. Mungkin karena Ridwan merasa sesutau hal yang aneh, karena selama ini nama itu tak pernah ingat lagi di benaknya. Hingga saat mendengar nama itu, Ridwan tak menjawab apapun pada ibunya. Ia hanya bilang pada ibunya, kalau dia meminta izin untuk mandi, setelah keringat yang nempel di tubuhnya selama pulang kerja, membuat ia merasa tak nyaman. Ibunya merasa heran dan bicara dalam hatinya, "Kenapa saat bilang nama Farida... ia tak menjawab apapun, padahal setiap disebut nama lain, ia selalu bilang begitu dan begitu! Apakah mungkin anakku masih menyukai Farida?! Entahlah hanya anakku yang tahu! Tapi, sudahlah aku tak perlu membahasnya lagi, takutnya anakku bertambah sedih dengan keadaanya sekarang." Ibunya bicara dalam hatinya seperti itu, karena ia takut menambah beban anaknya, hingga ibunya merasa tak perlu membahas soal pernikahan lagi pada Ridwan. Yang terpenting jikalau dia merasa senang dalam kesendirian, ibunya turut bahagia... Suatu ketika pada hari minggu, kedua orang tua Farida serta Farida berkunjung ke rumah orang tua Ridwan. Dengan maksud bertujuan hendak menikahkan Farida dengan Ridwan, agar Ridwan tidak lagi menjalani hari-harinya seorang diri. Setelah itu Ridwan dan Farida mengobrol secara empat mata. Ridwan pun bertanya pada Farida, "Kenapa kamu ingin menikahiku?" Lalu Farida tersenyum dan menjawabnya, "Karena aku tahu tentang dirimu...! Andai saja aku tak melakukan hal ini, pasti hidupmu akan terus dilalui dengan kesendirian. dan aku tahu, dirimu berniat tak ingin menikah lagi, karena kamu berniat setia dunia akhirat terhadap almarhummah istrimu." Farida tahu tentang Ridwan begitu, karena ibu Ridwan pernah menceritakan pada Farida. Dan saat itu juga, Ridwan menanyakannya tentang hal itu, lalu Farida pun menjelaskannya bahwa ia pernah bertemu dengan ibunya Ridwan. Lalu Farida berkata pada Ridwan, "Kenapa saat itu kamu gak bertanya padaku?! Apakah aku ingin dipolygami? Andai saja kamu berkata demikian... Maka aku akan menjawabnya saat itu juga dengan kata "ya"... Tapi saat itu kamu tidak menanyakannya padaku..." Setelah mendengarnya, Ridwan hanya tersenyum kagum terhadap Farida. Ridwan bertanya pada Farida, "Kenapa kalau sudah tahu aku ingin setia dunia akhirat, kamu malah hendak ingin melemar dan menikahiku?" Farida menjawab, "Kamu boleh menikahiku dengan batasan tertentu, yaitu aku bisa memiliki dirimu secara halal hanya di dunia saja, sedangkan di akhirat kelak hanya milik anakmu dan istrimu." Ridwan terdiam sejenak dan terpaku dengan ucapan Farida itu. Karena Ridwan tak sedikitpun mengira Farida akan berkata demikian padanya. Setelah termenung sejenak Ridwan berkata, "Aku mau menikah denganmu dengan syarat, kau juga boleh tinggal di akhirat kelak. Insya Allah, Amin Ya Robbal 'alamin..." Lalu mereka berdua tersenyum indah penuh kebahagiaan....



TAMAT